Dua Dilema Menyiksa
dalam tawa
dalam gelak
dalam meriah
dalam pesta
masih ada ftrah
menjerit-jerit
walau terdengar lirh
tersiksa dalam himpitan gelak
menangis dalam tumpukan tawa
tersungging senyum dibibir
terlukis derita hati
kian tersiksa
dalam meriah gelak dan tawa
masih ada fitrah
mencoba bangkit walau sedikit
geliat yang terabaikan
sebelah hati terasa suka
sebelahnya merasa duka
ohhh,,,, fatamorgana
silau cahaya
remang
temaram gulali dosa
manis dibibir
pahit dihati
masih ada fitrah
semakin geliat
semakin sakit
semakin tertawa
semakin menagis
semakin tergelak
semakin menjerit
Dua dilema yang sangat menyiksa
Wiwid
Batulicin 9 3 2014
dalam tawa
dalam gelak
dalam meriah
dalam pesta
masih ada ftrah
menjerit-jerit
walau terdengar lirh
tersiksa dalam himpitan gelak
menangis dalam tumpukan tawa
tersungging senyum dibibir
terlukis derita hati
kian tersiksa
dalam meriah gelak dan tawa
masih ada fitrah
mencoba bangkit walau sedikit
geliat yang terabaikan
sebelah hati terasa suka
sebelahnya merasa duka
ohhh,,,, fatamorgana
silau cahaya
remang
temaram gulali dosa
manis dibibir
pahit dihati
masih ada fitrah
semakin geliat
semakin sakit
semakin tertawa
semakin menagis
semakin tergelak
semakin menjerit
Dua dilema yang sangat menyiksa
Wiwid
Batulicin 9 3 2014
=========================================
paradok negeri sang penulis puisi
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat sang preman unjuk gigi
tak peduli bui dan jeruji besi
atau penjaga hukum yang tak lagi bertaji
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat wajah para buruh pucat pasi
menggengam surat sakti
tentang terpecatnya diri sendiri
atau saat para direktur ongkang kaki
tak peduli mantan karyawan tak dapat nasi
tiba-tiba aku ingin menulis puisi
saat para ponggawa negeri berlomba korupsi
atau saat pundi-pundi artis bahenol terisi
sementara uang om pasikom tercuci
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat sang guru berani,
sang murid terhamili
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat disitus intrnet pemuda pemudi
saling melihat body sendiri
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat kudengar tangis bayi
yang tak lagi tersusui
karna harga melambung tinggi
tiba-tiba....?
ya tiba-tiba
setelahnya....?
telinga terbiasa
mata terbiasa
mulut... ahh.. sudah lumrah
hati tak risau
aku tak ingin lagi menulis puisi
karena semua sudah wajar dinegeri ini....
wiwid
batulicin 26 2 14
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat sang preman unjuk gigi
tak peduli bui dan jeruji besi
atau penjaga hukum yang tak lagi bertaji
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat wajah para buruh pucat pasi
menggengam surat sakti
tentang terpecatnya diri sendiri
atau saat para direktur ongkang kaki
tak peduli mantan karyawan tak dapat nasi
tiba-tiba aku ingin menulis puisi
saat para ponggawa negeri berlomba korupsi
atau saat pundi-pundi artis bahenol terisi
sementara uang om pasikom tercuci
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat sang guru berani,
sang murid terhamili
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat disitus intrnet pemuda pemudi
saling melihat body sendiri
tiba-tiba ingin kutulis puisi
saat kudengar tangis bayi
yang tak lagi tersusui
karna harga melambung tinggi
tiba-tiba....?
ya tiba-tiba
setelahnya....?
telinga terbiasa
mata terbiasa
mulut... ahh.. sudah lumrah
hati tak risau
aku tak ingin lagi menulis puisi
karena semua sudah wajar dinegeri ini....
wiwid
batulicin 26 2 14
=======================================================
Senyum Degil Mecicil
Senyum degil mecicil
Banyak tertangkap disudut pupil
Wajah tengal tengil
Umbar janji yang tak kunjung tercicil
Membuai rakyat kecil
Padahal tak terbukti walau secuil
Senyum degil mecicil
Banyak tertangkap disudut pupil
Tiap sudut jalan selalu tampil
Bak pahlawan yang terampil
Siap sebar makmur dan adil
Padahal berfikir bagai kancil
Berbekal otak sebesar biji tangkil
Otak atik mencungkil yang bisa dicungkil
Bersikap bagai kriminil
Ombal ambil yang bisa diambil
Senyum degil mecicil
Banyak tertangkap disudut pupil
Sadarkah kau wahai wakil
Kehormatanmu saat ini hanya sebesar upil
Wiwid
Batulicin 5 314
Senyum degil mecicil
Banyak tertangkap disudut pupil
Wajah tengal tengil
Umbar janji yang tak kunjung tercicil
Membuai rakyat kecil
Padahal tak terbukti walau secuil
Senyum degil mecicil
Banyak tertangkap disudut pupil
Tiap sudut jalan selalu tampil
Bak pahlawan yang terampil
Siap sebar makmur dan adil
Padahal berfikir bagai kancil
Berbekal otak sebesar biji tangkil
Otak atik mencungkil yang bisa dicungkil
Bersikap bagai kriminil
Ombal ambil yang bisa diambil
Senyum degil mecicil
Banyak tertangkap disudut pupil
Sadarkah kau wahai wakil
Kehormatanmu saat ini hanya sebesar upil
Wiwid
Batulicin 5 314
Tidak ada komentar :
Posting Komentar