Selasa, 23 Juni 2009

penghargaan tuk "pejuang" bangsa..





sedang asyik-asyiknya browsing di dunia maya ini, mataku tertambat pada sebuah berita tentang engkong jaka, seorang tua yang sangat berjasa melestarikan olahraga, sekaligus budaya kita yaitu pencak silat. Berikut aku kutipkan beritanya dari www.liputan6.com tentang salah satu dari sekian banyak fenomena di negeri ini,

Engkong Jaka, Pelestari Silat yang Terlupakan
Alya Thamrin dan Dwi Sapto



21/06/2009 15:26

Liputan6.com, Jakarta: Pada masa lalu, Zakaria yang kini dipanggil Engkong Jaka, menjuarai berbagai kejuaraan pencak silat nasional, bahkan yang bertaraf internasional. Kini, puluhan tahun kemudian, Engkong Jaka masih setia menekuni seni bela diri asli Indonesia itu. Bedanya, kakek berusia 79 tahun itu kini lebih banyak melatih dan tampil dalam sejumlah acara adat Betawi.

Dengan berpakaian ala Betawi lengkap, Engkong Jaka biasa memimpin barisan para cicitnya menuju tempat latihan, tak jauh dari kediamannya di Kramat Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, baru-baru ini. Dengan semangat, Engkong Jaka memimpin latihan di Perguruan Silat Mustika Kwitang (PSMK). Meski berusia lanjut, Engkong Jaka masih mampu berduel.

PSMK berdiri pada 1948, bertepatan dengan diresmikannya Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI). Pendiri PSMK adalah Haji Muhamad Zaelani, yang tak lain adalah kakek dari Engkong Jaka. Tak hanya tersohor di bidang olah raga, PSMK juga sangat lekat dengan tradisi Betawi. Engkong Jaka sebagai pemimpin PSMK kerap diundang mengisi acara buka palang pintu dalam adat pernikahan Betawi.

Selain melestarikan warisan leluhur, tradisi silat menjadi lahan mata pencaharian keluarga Engkong Jaka. Karenanya, bapak 13 anak dan kakek dari 43 cucu ini sangat tergantung pada silat. Beberapa usaha pernah dirintis untuk menopang keluarga, termasuk usaha membuat tempat duduk dan meja. Sayang, semua itu berakhir dengan gulung tikar.

Bersama keluarga besarnya, kini tokoh silat ini tinggal di rumah yang sederhana. Engkong Jaka yang sudah memperkenalkan pencak silat keliling Asia dan Eropa hanya berharap, jurus-jurus yang diajarkannya lestari menembus berbagai generasi.(ZAQ/AND)


Begitu minim penghargaan dari negeri untuk orang-orang seperti dia, padahal jasanya tidak kecil bagi bangsa ini, pecak silat merupakan oleh raga yang berasal dari negeri kita, dan seharusnya kita bangga akan hal itu, hal ini aku tulis bukan semata karena aku merupakan salah satu penggemar olah raga ini, ya...sejurus dua jurus ok lah..terutama jurus langkah seribu he..he..he..,tetapi aku menulis ini lebih karena perasaan miris akan fenomena ini. ya facta yang ada dinegara kita.

pakah tidak mungkin dan tidak bisa, diadakan semacam penghargaan berupa jaminan kesejahtaraan hidup, atau dana kesejahteraan walau kecil tetapi ada berupa wujud tanda terimakasih bangsa ini kepada orang-orang seperti dia.

mungkin di luaran sana banyak zakaria-zakaria lain, yang mempunyai banyak jasaa tetapi hidupnya terlantar, hanya sanggup menularkan cerita, dan sejarah masa keemasannya pada anak dan cucunya sementara hidupnya dalam kesederhanaan, dalam kesahajaan.

memang orang-orang sepertinya tidak parih dalam berjuang, mungkin tak pernah terlintas dalam hatinya untuk meminta balasan atas jasa-jasanya. tetapi apakah dengan orang-orang seperti itu diam lantas tak ada pikiran dari bangsa ini tuk memberi, apakah harus orang-orang seperti itu meminta dahulu, baru kemudian bangsa ini mau memberi.

Sebuah dilema memang, saat ini bangsa ini membutuhkan banyak "pejuang" tuk memajukan bangsa ini, namun dilain sisi "pejuang juga perlu makan", hal inilah yang menyebabkan banyak para orang-orang yang memiliki potensi kemudian lebih banyak memilih "berjang" bukan tuk negaranya,.. dalam dunia pencak silat misalnya banyak sekali para pelatih yang berpotensi memilih jadi pelatih di luar negeri, padahal keahliannya sangat bagus, dengan teknik tinggi, apa jadinya dunia persilatan kita nantinya paencak silat nantinya tidak akanmenjadi tuan rumah dinegeri sendiri. tidak menutup kemungkinan anak cucu kita akan belajar pencak silat dengan orang denmark, yang konon oleh raga i ni sangat maju pesat dinegara itu.

itu baru dari dunia pencak silat dlam dunia lain yaitu dunia pendidikan profesional banyak sekali orang "pintar" memilih berjuang untuk negara lain belum lama ini aku mendapat kiriman email dari sahabatku yang berisi tentang profesor termuda di AS ternyata orang indonesia

lebih lengkap isi email itu adal seperti ini:




Nelson Tansu meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama Jepang, banyak petinggi Jepang yang mengajaknya "pulang ke Jepang" untuk membangun Jepang. Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah pemegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Namun demikian, ia belum mau pulang ke Indonesia . Kenapa?


Nelson Tansu lahir di Medan , 20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya hanya dalam 2 tahun 9 bulan, dan dengan predikat Summa Cum Laude. Kemudian meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usia 26 tahun. Ia mengaku orang tuanya hanya membiayai-nya hingga sarjana saja. Selebihnya, ia dapat dari beasiswa hingga meraih gelar Doktorat. Dia juga merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi Profesor di Lehigh University tempatnya bekerja sekarang.

Thesis Doktorat-nya mendapat award sebagai "The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award" mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Secara total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai journal internasional dan saat ini adalah visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai even internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia .

Karena namanya mirip dengan bekas Perdana Menteri Turki, Tansu Ciller, dan juga mirip nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang mencoba membajaknya untuk "pulang". Tapi dia selalu menjelaskan kalau dia adalah orang Indonesia . Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila dan tidak menjadi warga negara Amerika Serikat. Ia cinta Indonesia katanya. Tetapi, melihat atmosfir riset yang sangat mendukung di Amerika , ia menyatakan belum mau pulang dan bekerja di Indonesia . Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa Indonesia terlalu kecil untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu.

Ia juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi yang sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di Indonesia . Ia menyatatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia adalah rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak cukup untuk membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang dosen harus mengambil pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta, mengajar di banyak perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian, seorang dosen tidak punya waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat publikasi ilmiah. Bagaimana perguruan tinggi Indonesia bisa dikenal di luar negeri jika tidak pernah menghasilkan publikasi ilmiah secara internasional?

Prof. Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore , gaji seorang profesor adalah 18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia . Sementara, biaya hidup di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka itu, ia mengatakan adalah sangat wajar jika seorang profesor lebih memilih untuk tidak bekerja di Indonesia . Panggilan seorang profesor atau dosen adalah untuk meneliti dan membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana mungkin bisa ia lakukan jika ia sendiri sibuk "cari makan".


NAh gimana coba, bagaimana negeri ini akan maju jika yang terjadi adalah demikian, banyak orang-orang berpotensi tidak dihargai sesuai dengan potensinya, mantan orang berprestasi dan berjasa disiakan, sedangkan orang yang saat ini berpotensi dan sedang pada masa produktif namun sedikit penghargaannya jika dibandingkan negara-negara tetangga kita sehingga mereka rela berjuang untuk negara lain demi.. kesejahteraan hidup..Huaahhh...

10 komentar :

  1. iya nih kang...sebenarnya banyak orang Indonesia berprestasi,cuma penghargaan dari negerinya sendiri sangat minim atau boleh dikatakan tidak ada. Contoh kecil para atlet yang dulunya pernah mengharumkan nama indonesia, pada masa tuanya harus hidup serba kekurangan, yang dibanggakan hanya sebuah medali atau piala yang tidak bisa di uangkan. Para profesional muda banyak yang mengadu nasib dan mengabdi di negeri orang untuk memcurahkan kemampuannya. tulisan bagus kang.semoga jadi perhatian buat bangsa ini.

    BalasHapus
  2. Sangat prihatin dengan fakta ini. Sebenarnya apa ya alasan utama kurangnya penghargaan terhadap orang-orang unggul seperti ini? Apakah semata-mata karena kurangnya dana/anggaran?

    BalasHapus
  3. selain kurang anggaran, mungkin juga kurang kesadaran dan adab...

    padahal dahulu aja Ulama amat dihormati

    BalasHapus
  4. betul Kang bara..juga kang ramdhan.. penghargaan atu kesadaran penguasa tuk beri penghargaan yang nggak ada, kalu anggaran sih jika niat pasti ada aja..ngadain dana untuk beli cincin perpisahan DPR, aja ada karena niatnya ada, untung banyak yang protes..jadi intinya itikad, dan niat pemegang kebijakan, yang harus di munculkan...

    BalasHapus
  5. @ lina jadi bukan semata nggak ada dana Mbak..yah..itulah negeri kita..

    BalasHapus
  6. salam sobat,,ok banget nich postingannya,,saya setuju dan selalu menghormati dan menghargai para pejuang kita atas perjuangannya dan pengorbanannya.

    BalasHapus
  7. hijau aq suka banget warna blognya..sukses yaaa

    BalasHapus
  8. @ Nura tks.. memang betul,..kapan lagi bangsa ini maju, jika mental penguasanya belum diperbaiki.

    @ khairanto tks pak...

    @Zhys aku sudah berkunjung anice blog...tks ..jaga silaturahmi..

    @anak nelayan.. aku juga suka blog anda,..specifik, bahkan aku dah coment tuh...di postingan anda tentang cinta...

    BalasHapus