Jumat, 27 Agustus 2010

Siapa yang salah Alqur'an atau kita

Bismillahirrahmaanirrahiim

Asalamu'alaikum para pengunjung SAUNG HIJAU PAWEWET yang berbahagia, tak terasa sudah jatuh malam ke 19 dari bulan Ramadhan, perasaan baru kemarin kita menyambutnya, dengan berbagai persiapan yang kita lakukan.

Beberapa hari ini sejak menginjak malam ke 17, kalau kita amati berbagai diskusi, ceramah, kajian ilmu memiliki kesamaa topik yaitu tetang Alqur'an, hal ini sangat wajar karena momennya pas dengan tanggal yang diyakini sebagai hari diturunkannya Al Qur'an (Nuzulul Qur'an). Dimana Allah SWT menurunkan kitab Suci, sebagai panduan untuk orang yang beriman.

Jika kita kembali ke belakang kemasa-masa Rasululllah SAW,dan para sahabatnya, mengapa ya kok mereka mampu tercetak sebagai generasi seperti itu, sebagai generasi yang mampu mengadakan revolusi dari dzulumat menuju nur dari zaman yang penuh kegelapan menuju zaman yang terang benderang, dan penuh kemulyaan, sebuah revulsi yang begitu cepat mengubah tiap individu dari mereka menjadi lebih baik, menguban keluarga menjadi lebih baik, bahkan merubah tatanan sosial yang jauh lebih baik.

Banyak kisah tentang itu dimana mutu individu, lingkungan, dan tatanan sosial yang tinggi, sebagai contoh adalah kisah seorang shahabiyah yang memiliki mutu individu yang mengagumkan akibat tempaan nilai-nilai Alqur'an, alkisah seorang sahabat hendak pergi ke perjalana da'wah, kemudian dia berpesan kepada sang istri, " wahai istriku jangan engkau pergi ke mana-mana sebelum aku datang", singkat cerita berangkatlah sang suami , dalam beberapa hari ada seorang mengetuk pintunya. seorang tamu yang mengabarkan tentang sakitnya ibunya. namun apa jawab shabiyah ini "mohon maaf saudaraku aku tidak bisa menjenguk sakitnya Ibuku, aku sangat sayang pada beliau, namun aku telah berjanji pada suamiku tidak meninggalkan rumahsebelum ia pulang". maka kembali lah sang utusan tanpa membuahkan hasil. kemudian beberapa hari kemudian datang lagi tamu yang sama." aku datang kesini hendak menyampaikan pesan dari keluargamu bahwa Ibumu telah meninggal, dan engkau diharapkan menghadiri pemakaman beliau. kemudian bercucuranlah air mata shahabiyah ini. Aku sangat cinta pada Ibuku, dan ingin sekali menghadiri pemakamannya, melihat rupanya tuk terakhir kali, namun aku telah berjanji untuk tidak meninggalkan rumah sebelum suamiku pulang. maka kembali sang utusan tanpa membawa hasil. Kemudian dengan kesalnya sang utusan melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah SAW. "wahai rasulullah aku ingin melaporkan seorang anak perempuan dari seorang ibu, anak perempuannya sudah durhaka kepada ibunya, dia tidak mau menjenguk kala ibunya sakit keras, bahkan sampai-sampai tidak mau menghadiri pemakamannya, hanya dengan alasan bahwa ia telah berjanji kepada suaminya tidak meninggalkan rumah sebelum suaminya kembali dari medan dakwah.

Kemudian Rasulullah SAW menjawab, " ketahuilah wahai saudaraku Allah SWT telah mengampuni seluruh dosa Ibu tadi karena kepetuhan anak perempuannya kepada suaminya". sungguh sebuah pendirian yang tidak akan dapat di capai oleh orang-orang yang tanpa prinsip. dimana nilai-nilai Alqur'an telah mengajarkan kepatuhan seorang Istri kepada suaminya. dan prinsip ini tercermin dalam pendirian dan tingkahlakunya.

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa pada zaman itu nilai Al-Qur'an mampu mencetak individu sekaliber ia, dan mengapa jauh sekali dengan kondisi saat ini, dimana kemerosotan moral dimana-mana, maksiat menjamur, dan kecurangan disana-sini, bukankah Alqur'annya sama, tidak ada perubahan isi Alqur'an zaman itu dengan zaman ini. dan potensi manusianya juga sama lain halnya jika manusia pada zaman itu setengah dewa dan zaman sekarang adalah manusia biasa, manusiannya sama-sama manusia biasa.

Mengapa zaman sekarang ada seorang SMP yang melahirkan, dan anaknya di buang di toilet sekolah, mengapa zaman sekarang ada dua orang artis bahkan lebih melakukan adengan amoral dan disebarkan kepada khalayak, mengapa zaman sekarang banyak para pejabat negeri yang sangat rakus tak puas mengisi kantong pribadi sementara kantong rakyatnya tipis, jika disebutkan banyak sekali kasus-kasus yang sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai Al-Quran, dan kondisi tatanan sosial yang sangat rapuh dlam hal etika jika dibanding para generasi terdahulu kita.

Sahabat pengunjung SAUNG HIJAU PAWEWET yang berbahagia, kita harus mencoba meneliti kembali kayaknya ada yang salah, apakah Alqur'annya yang salah atau kita selaku umatnya yang salah. Alqur'an tidak mungkin salah karena Allah sendiri yang menjaganya. mungkin sudah saatnya umat ini insrospeksi, muhasabah, dan beristighfar jika ada kesalahan, dan bersukur jika menemukan kebaikan. Paling tidak coba kita renungkan kembali sejauh mana interaksi kita terhadap Alqur'an yang diyakikini sebagai sumber nilai kehidupan. Sejauh manakah kita berinteraksi dengannya, mungkin tingkat-tingkat interaksi yang dapat kami sebutkan dibawah ini, dapat sebagai tangga kita menelusuri sejauh manakah tingkat interaksi kita dengan Alqur'an, tingkat-tingkat interkasi tersebut adalah:

1. Membacanya

Konon membaca pada zaman Rasulullah SAW, adalah hubungan seseorang yang terjauh dengan Aqur'an, kalau zaman sekarang membaca sudah merupakan hubungan yang sangat hebat, itulah perbedaannya, kalau zaman sekarang tingkat interaksi terjauh adalah orang yang tidak membacanya, yang hanya menjadikan Alqur'an hanya sebagai hiasan di lemari bukunya, atau di rak-rak diruang tamunya. hal ini patut kita renungkan tingkat interaksi yang terendah sana sudah berbeda zaman sakarang dengan zaman para pendahulu kita. Padahal kata Rasulullah membaca Alquran akan mendapat pahala ganjaran yang baik dari Allah SWT.

2. Menghafalnya

Tingkatan selanjutnya adalah menghafalnya. ini adalah setingkat lebih baik dari tingkat sebelumnya. dikalangan sahabat menghafal menjadi kegiatan yang lumrah orang biasapun terbiasa menghafal Alquran, mungkin kalau zzaman sekarang kegiatan menghafal hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja oleh orang yang bergelar Ustadz, oleh orang yang berkecimpung di dakwah, dan para orang-orang yang disebut alim. sehingga orang akan terkagum-kagum dengan orang yang mampu menghafal Alquran karena termasuk dalah manuasia langka, itulah perbedaannya, menghafal Alqur'an seharusnya adalah pekerjaan setiap orang orang beriman,seperti pada zaman para pendahulu kita

3. Mengamalkannya

Tingkat selanjutnya adalah mengamalkannya, dan ini merupakan hak sekaligus kewajiban kita semua selaku orang beriman, pertanyaannya adalah bagaimana kita mau mengamalkannya jika membacanyapun kita tidak?, apa yang akan kita amalkan jika kita tidak tahu isinya?, kita tidak tahu apa yang akan kita amalkan.

Sebuah jawaban akan fenomena yang terjadi pada zaman ini, mengapa ada anak SMP membuah bayinya di toilet sekolah?, mengapa ada artis yang berani melakukan adegan amoral?, mengapa para pejabat negeri ini sangat lihai berlaku curang?, karena mereka tidak mengamalkan kandungan Alqur'an pedoman hidup mereka sendiri, pertanyaan selanjutnya adalah mengapa mereka tidak mengamalkan? karena mereka tidak tahu isinya, pertanyaan akan berlajut mengapa mereka tidak tahu isinya karena mereka jarang membacanya

4. Mengajarkannya

Ini adalah tingkat interaksi yang paling sempurna, dimana terjadi saling mengajarkan antar individu, pada zaman para shabat dulu sudah lumrah jika mereka saling mengkoreksi hafalannya, diwaktu senggang berkumpul sesama mereka saling mendengarkanhafalan Alquran satu sama lain, murajaah hafalan masing-masing. mungkin ini yang sudah hilang dalam generasi sekarang. dimana mengajarkan Alqur'an dan nilai-nilai alqur'an hanya ada di bangku sekolah saja, hanya ada di majelis ta'lim saja, hanya ada di pesanteren saja. dan yang lebih parah adalah yang berhak mengajarkan alqur'an kepada sesamanya hanya orang yang bertitel uztadz saja, hanya para mubaligh saja, sehingga terjadi penyempitan makna da'wah. padahal Khoirukum mantalamal Qur'an watu'alimuhu. sebaik-baiknya kalian adalah yang mengamalkan alqur'an dan mengajarkannya,

Mungkin tingkatan diatas dapat sebagai bahan renungan buat kita semua yang hidup pada zaman ini, ternyata begitu besar perbedaan interaksi kita dengan Alqur'an jika dibandingkan dengan para pendahulu kita. maka wajarkah jika produk yang dihasilkan adalah umat yang jauh lebih lemah darai mereka, dan tugas kita semua untuk mengembalikannya


Alhamdulillahirrabbil alamin


Wallahu 'alam


Pawewet

5 komentar :

  1. serasa mendengarkan ceramahnya langsung nih...
    sangat bagus untuk instrospeksi diri, masih banyak malakukan kesalahan.
    makasih banyak artikel pencerahannya.

    BalasHapus
  2. Yang salah manusianya, karena masih banyak manusia yang tidak menggunakan Al Qur'an sebagai pedoman dan penuntun hidup...

    BalasHapus
  3. hiks,,, maakasih sob atas artikelnya,,,, sanagn mencerahkan,,,,sekali lagi maksih sob,,,memang jelas sepenuhnya kaesalahan manusaia,,,sob,,sudah jlas2 dibuat pedoman,,msih saja melanggar,,,hmmmm

    BalasHapus
  4. assalammualaikum.... wah, pas nuzulul qur'an kemarin saya juga dapat tausiyah ini, hampir sama persis. hanya saja, contoh kualitas para shahabat di jaman rasul bukan pakai yang itu. boleh kasih masukan, kisah ttg istri yang ditinggal suami dan tidak menengok ortunya itu dinyatakan tidak benar oleh quraish shihab, tidak ada urutan periwayatannya yang dapat ditelusuri, sekadar kisah saja, namun perlu dikritisi karena agak ga rasional meurut saya. gitu aja pa wewet, makasih ya tausiyahnya... :)

    BalasHapus
  5. kalo menurutku,,kesalahan ada pada sistem pendidikan..
    pendidikan Al Qur'an saat usia dini kurang intensif sehingga saat remaja atau dewasa, mereka malas mempelajari Al Qur'an sehingga tidak bisa menjadi pribadi yang kuat iman..

    Di sekolah saja pendidikan agama hanya sekali dalam waktu seminggu,itupun kurang dari 90 menit..
    Ada hadist yang mengatakan kalo orang tidak mendapat siraman rohani selama 3 hari,kemungkkinan hatinya dapat membatu lebih besar...di sekolah malah 7 hari tanpa siraman rohani..

    BalasHapus