Minggu, 14 Juli 2013

ada kasih Allah SWT di lereng Gunung Gede



Hari masih terlalu pagi saat kulangkahkan kakiku memasuki pintu kantor, maklum aku masih sangat semangat untuk bekerja, karena belum genap dua bulan usiaku bekerja di perusahaan ini sebuah perusahan kayu terbesar di bumi sumatra, ya… aku adalah karyawan baru, namaku Andre saat interview katanya aku akan ditempatkan di lapangan, pengalamanku sering mendaki gunung, dan aktif di kegiatan pelestarian lingkungan,  menjadikan nilai tambah tersendiri selain study formalku di fakultas kehutanan.  Tapi entah mengapa hingga saat ini   aku masih di tempatkan di kantor pusat, di bilangan kuningan Jakarta.

 “Pagi Pak Andre, suara lilies teman satu departemenku menyapa ternyata ada yang lebih pagi dari aku, “Pagi lis, dah duluan kamu”, sapaku lagi. “iya nih Pak kalo gak gini aku terjebak macet”, gadis berjilbab itu memang selalu kelihatan enerjik, kuteruskan langkah menuju meja kerjaku, perlahan lahan kulepas headset yang sedari tadi menemaniku selama perjalanan dari rumah ke kantor, suara nyanyian Iwan Abdurrahman, tokoh pencinta alam, masih terdengar saat aku melepaskanya.  

“hhh..”, aku menghela napas sesaat, kemudian duduk di kursi kantorku, aku pikir bosan juga kalo terus-terusan begini, katanya akan ditempatkan di lapangan, tapi kenapa sampai saat ini surat penempatanku ke Sumatra belum juga turun, sejenak ku berkaca pada kaca kecil di dompetku, aku ketawa sendiri melihat penampilanku sekarang, aku yang dulu slengean, sekarang tampak rapi, ganteng juga aku pikirku..hi..hi..hi.., kali pertama berpenampilan seperti ini risih juga sih, bertolak belakang dari keseharianku, rambut panjang, bercelana jeans robek dan belel, yang selama ini menjadi ciri khasku hilang sudah, yang aku lihat di cermin adalah aku, karyawan kantoran yang berambut klimis, bercelana panjang dan kemeja panjang dengan sepatu pantopel bersemir rapi… hi..hi..hi andre andre.. tapi yah demi tuntutan profesi tak apalah.

“Pak Andre bapak di panggil boss tuh”, suara lilies membuyarkan lamunanku,.. “kok cengar-cengir di depan kaca sih Pak, lilies bersuara lagi, “eh nggak lies aku geli aja kamu tahu kan penampilanku saat interview?, “jauh banget ya.??” “Iya Pak, aku pikir rocker dari mana, eh taunya peserta tes, aku nggak nyangka loh Pak Bapak diterima dengan penampilan seperti itu”.  “Jiaahhh menghina kamu lies”, udah ah aku mau ke ruangan Pak Ghazali dulu”. 

Sayup-sayup dari depan  pintu Pak Ghazali, kudengar suara lantunan Alqur’an, ya.. suara orang mengaji, dengan ragu aku mengetuk pintu,  Pak Ghazali menghentikan bacaannya,” silahkan masuk dre,  terdengar suara Pak Ghazali memanggilku. Pak Ghazali adalah head departementku pimpinan tertinggi di bagianku, orang yang baru pertama kali melihatnya, pasti akan sependapat dengan ku, orangnya alim setengah baya kira-kira usianya diatas 45 th, matanya teduh, penampilannya selalu rapi, dan satu lagi dia sudah bertitel haji, “silahkan duduk dre.” “iya pak”, jawabku, “begini dre, dengan pertimbangan bahwa kita kurang orang di HO yang bisa berbagai program komputer, maka di putuskan penempatan kamu adalah di sini di HO”, wahduh bisa mati duduk karena bosen nih di kantor , “begini Pak apa masih bisa di diskusikan Pak? Saya lebih suka bekerja di lapangan Pak karena selama ini kegiatan saya adalah dilapangan”. “iya Dre, kami tahu, kami sudah membaca latar belakang kamu, aktif di pecinta alam sering naik gunung, dan pegiat pelestarian lingkungan hidup, tetapi diantara kita kamu yang paling bisa program komputer yang sangat diperlukan saat ini”, “ tenang aja dre kamu pasti senang deh di sini, ada juga loh beberapa kawan kita yang sering naik gunung”, “betulkah Pak?”,” iya dre itu si Haris, dan Ahmad adalah para pendaki-pendaki gunung dan mereka sering mendaki gunung”,”hah gak salah..??, bukannya mereka adalah pengurus musholah kantor?, mana mungkin?”

Aku melangkah menuju mejaku dengan lesu, “kenapa Pak?” suara lilies mengagetkanku, aku gak jadi ditempatkan di Sumatra lies”, “jadinya di HO”. ‘lho.. Pak Andre nih aneh, kawan-kawan malah inginnya di HO, Bapak malah nolak”, “ pokoknya aku lagi sedih nih lies”. “eh.. ngomong-ngomong kamu tau nggak tentang Pak Haris atau Pak Ahmad”, tanyaku, “Pak Ahmad Bustomi?”,lilies balik bertanya “iya lies”.”O.. siapa yang tak kenal dia Pak, semua orang di kantor ini pasti kenal dia”, “siapa sih dia lies?” Dia itu adalah aktifis musholah kita Pak, dia sangat disegani di kantor ini, orangnya masih muda lulusan Fakultas Kehutanan UGM, dan belum married lagi”. Kami semua ikut kajian pekanan di musholah kita Pak, kalau yang mengasih materi Pak Ahmad yang ganteng itu waktu bagai berlalu cepat terutama bagi kami-kami ini yang gadis hihihihi”. “ ah dasar genit kamu lies.” Hari apa lies kajian minguannya”, nanti Pak hari sabtu sehingga tidak mengganggu jam kerja kita”.  

Kurebahkan badan ini dikamar sayup-sayup “melati dari jayagiri’’ dinyanyikan oleh Iwan Abduraahman berkumandang dengan merdunya, hatiku masih penasaran “daki gunung?, pengajian musholah?”.. hhh bingung aku, bukankah itu sangat bertolak belakang, aku harus kesana ikut kajian hari sabtu pagi.. harus.. 

=====ooo0ooo=====

Hari yang kutunggu telah tiba, hari Sabtu, seumur-umur baru kali ini aku menunggu waktu untuk kajian islami dimushola, tapi kurasa bukan karena aku ingin mengaji, tetapi lebih karena rasa penasaranku tentang kata-kata Pak Ghazali,  katanya Pak Ahmad dan Pak Haris adalah pendaki gunung, karena daki gunung sudah menjadi bagian dari hidupku, hal ini membuat aku tertarik jika memang benar lumayanlah menghilangkan kejenuhan bekerja duduk di belakang meja, yap.. inilah waktunya aku ingin lihat seperti apa sih penampilan mereka yang katanya pecinta alam.  Betul kata lilies banyak sekali jamaah wanita hadir disini, tak kalah banyak juga bapak-bapaknya, mushalah terasa tidak muat menampung banyaknya jamaah, semuanya adalah para karyawan kantorku bahkan dari karyawan kantor-kantor lain di sekitar kantorku, kulihat lilies melambaikan tangan kearahku, ku balas lambaian tangannya, dan subhanallah ternyata Pak Ghazali juga hadir disini, sungguh aku tak menyangka, ternyata kehidupan para eksekutif muda kota Jakarta tidak seperti yang digambarkan di film-film, atau senetron- sinetron yang selalu glamour dengan kehidupan malamnya atau kegiatan hura-hura selepas bekerja. 

Tergetar hatiku, saat ini dihadapanku banyak sekali eksekutif muda mereka begitu khusuk mendengarkan ceramah Pak Ahmad Bustomi, ada Pak Ghazali bosku Head Departement R&D, Pak Joko Head Departement HRD, yang membuat aku tambah kaget adalah Pak Liem Show chow VP FA, ternyata beliau mualaf.. Subhanallahu.. mereka yang bekedudukan tinggi saja rajin mengaji sedang aku, sudah dua bulan aku disini baru kali ini aku hadir.” Hadirin sekalian yang di mulyakan Allah SWT, dalam Alqur’an Allah SWT menegaskan “tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”,  jadi kita diciptakan oleh Allah SWT adalah dalam rangka Ibadah kepadaNYA maka seluruh aktifitas kita selayaknya harus bernilai ibadah, bekerja juga adalah ibadah makanya harus diniatkan untuk ibadah dan dalam prosesnya harus dijaga jangan sampai nilai-nilai ibadahnya luntur karena hawa nafsu kita, kita harus profesional karena itu adalah salah satu syarat diterimanya ibadah”, kata-kata itu begitu halus mengalir mengisi relung hatiku, kata yang logis, dan tidak menggurui. 

Telah beberapa pekan aku rutin menghadiri pengajian, dan misiku yang penasaran akan akktifitas daki gunung Pak Haris dan Pak Ahmad lenyap sudah, tergantikan dengan kesungguhan hatiku untuk menambah pengetahuan keislamanku, aku tidak lagi ingin tahu apa betul mereka adalah para pendaki gunung, bahkan hampir saja aku ingin mengubur dalam-dalam  hobiku yang dahulu merupakan separuh hidupku itu, karena aku merasa kegiatan itu adalah kegiatan yang mubazir, tidak ada manfaatnya sama-sekali, buang biaya dan tenaga, bahkan kerusakan yang didapat, karena kebiasan kami para pendaki adalah menorehkan pisau belati kami pada pohon dengan nama-nama kami, sekedar untuk diakui bahwa kami pernah kesana, atau sekedar menancapkan bedera kebanggaan kelompok kami, untuk sekedar memproklamirkan bahwa kelompok kami eksis dan pernah mendaki kesana, sungguh suatu kesiaan. 

hingga suatu saat aku disadarkan bahwa pemahaman itu adalah salah, ketika Pak Ahmad Bustomi mengajakku mengikuti Rihlah, salah satu program musholah kantor kami, ya … mendaki gunung gede, “Pak Andre saya tahu dari lilies bahwa Bapak sering daki gunung ya,.. pertanyaan itu mengagetkanku, “eh,, iya pak tapi itu dulu,sekarang sudah tidak lagi Pak”, loh kenapa tidak.. kan sayang Pak hobi yang positif tidak diteruskan”, “betul Pak dulu kegiatan mendaki gunung adalah sebagian hidup saya, tetapi saat ini saya rasa kegiatan itu hanya mubazir menghamburkan uang, dan tenaga, belum lagi kerusakan yang terjadi, kami terbiasa menorehkan nama kami pada pohon, atau batu, dan yang sangat membuat saya menyesal adalah sering kami disana melakukan kegiatan maksiat kepada Allah SWT minum-minuman keras misalnya, bahkan sampai ada yang melakukan kegiatan sek bebas di tenda atau di ponco-ponco kami, jika mengingat itu saya akan menangis mengapa saya habiskan hampir separuh hidup saya hanya untuk itu, untung saja saya bertemu dengan pengajian pekanan di muholah kantor ini.” Kemudian Pak Ahmad berkata, “saya sampai sekarang ini masih terus melakukan kegiatan daki gunung karena itu adalah bagian dari program musholah kita”,” ayu minggu depan ada kegiatan rihlah Pak Andre saya harapkan ikut, hanya sabtu dan minggu saja kok tidak mengganggu kerja kita”. Subhanallahu.. sungguh sangat sempurna agama islam, sampai mengurusi kegiatan fisik seperti ini, aku sangat bahagia sekali ternyata aku bisa menyalurkan hobiku sesuai dengan syariah Allah SWT. 

=====ooo0ooo=====

Hari sabtu tiba, kubongkar lagi barang-barang yang berhubungan dengan mendaki gunung, yang sudah lama aku simpan digudang, carriel, sepatu gunung, topi, beberapa alat rock climbing, belati, tambang, ponco, dan lain lain.. aku sangat kagen pada mereka, kuambilseperlunya tak lupa MP3 seperti kebiasaanku mendaki gunung dengan mendengarkan suara kang Iwan Abdurrahman, terbayang sudah dipelupuk mataku keasyikan memanjat, langkah demi langkah di punggung gunung gede, 

“Toyyib.. semua sudah lengkap”, suara Pak haris ditengah riuhnya persiapan di kaki gunung gede, sebelum berangkat mari kita dengarkan tausiah dari Pak Ahmad Bustomi, “Asalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, asholatu wasalamu ala Muhammad wa ala ali syaidina Muhammad”, suara merdu dan kharismatik Pak Ahmad Bustomi memulai tausiahnya, entah mengapa mendengar suaranya saja hati ini menjadi sejuk apalagi merenungkan kata-katanya, “rekan-rekan sekalian saat ini kita sudah berada dikaki gunung gede, sebuah gunung ciptaan Allah SWT, kita akan bersama melihat-mendengar, dan berbaur dengan alam ciptaan Allah SWT, kita akan merasakan betapa hebatnya ciptaanNYA, sangat kecil kita jika di bandingkan dengan alam ini apalagi jika dibandingkan dengan sang pembuat sang kreator alam ini, Allahu Akbar Allah maha besar, apakah kita masih pantas bersombong diri diatas muka bumi ini, padahal kita hanyalah seperti setitik debu diluasnya alam ciptanNYA,” para hadirin seakan tersihir oleh perkataan Pak Ahmad, apalagi aku. Kemudian acara dilanjutkan dengan pendakian, kami semua begitu semangat

Selama perjalanan aku memperhatikan gerak gerik kedua orang itu Pak Ahmad dan Pak Haris, memang betul tampak sekali mereka sudah ahli dalam mendaki gunung, gerakannya begitu lincah mendaki bebatuan dan tanah-tanah yang terjal menuruni lembah dan jurang, Nampak sekali bahwa mereka para pendaki yang sudah ahli, sesekali kami beristirahat pada waktu-waktu shalat,  untuk makan dan sholat berjamaah,  aku semakin salut dengan mereka orang-orang yang begitu sempurna dimataku, semua serba simbang, hidup berkecukupan, memilki pekerjaan dan jabatan yang baik, namun juga memiliki iman yang baik.
Tak terasa  hari menjelang senja.  “OK Rekan-rekan semua, kita mendirikan tenda disini tampaknya tempat ini sangat nyaman untuk berkemah,” kita akan berpencar berdasarkan regu yang sudah kita atur acara saat  ini bebas, dan nanti kita berkumpul untuk shalat maghrib dan makan malam bersama setelah isya kita tidur dan kita akan bangun pada jam 3 dinihari untuk shalat malam berjamaah. 

Aku satu regu dan Pak Sanif, dia hanyalah driver mobil pool kantor kami, setelah mandi dan menunggu waktu untuk shalat, terlihat asyik dengan Alqur’an sakunya, sungguh tak ada waktu terlewat dengan percuma, mungkin jika tidak melihat aku mendekat dia akan terus dengan bacaannya itu.” Ehmm mari sini Pak Andre”, sapanya “ iya Pak” jawabku, “ini saya bawa beberapa makanan kecil,mari sini kita nikmati bersama, waktu makan masih lama lho nanti habis maghrib sebelum Isya”. “iya Pak”, “Pak Sanif sudah lama ikut kegiatan ini”, tanyaku, “wah sudah Pak, sudah hampir tiga tahun ini, memang di pengajian mushalah kantor kita banyak kegiatan untuk jamaahnya sehingga kita tidak boring,”, untuk para Ibu-ibu juga ada seperti memasak, membuat berbagai pekerjaan tangan dan lain-lain, “iya-ya Pak Alhamdulillah kita dipertemukan dengan kegiatan seperti ini ya” selaku, “wah Pak kalo saya ingat dulu bagaimana perjuangan Pak Ahmad untuk menghidupkan mushalah kantor kita, saya tidak mengira akan seperti  ini,” berat sekali dari cemoohan rekan-rekan sekerjanya, sampai sulitnya mendapat izin dari management”,kemudian Pak Sanif bercerita bagaimana susahnya Pak Haris dan Pak Ahmad merintis menghidupkan kegiatan di mushalah, ok sudah waktu adzan maghrib saya akan adzan dulu, kemudian Pak Sanif mengumandangkan adzan dengan merdu. Seolah lantunan adzan adalah satu bagian dari harmoni suara alam pada maghrib  ini, berpadu dengan kerik jangkrik dan suara serangga malam, seakan semua mahluq ikut berdzikir..

Selepas maghrib kami semua mendengarkan kembali tausiah kali ini dari Pak Haris “ rekan-rekan sekalian, Allah SWT berfirman dalam Alqur’an “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring yang selalu memperhatikan tanda-tanda kekuasan Allah seraya berkata Ya Tuhan kami tidak lah engkau menciptakan  ini sia-sia mahasuci Engkau dan peliharalah kami dari siksa api neraka, 

Kita saat ini menyatu dengan alam sungguh kita adalah sama dengan mereka sama-sama mahluq, hanya Allahlah Tuhan kita, kita tidak dapat melihat Allah tetapi kita dapat merasakan kebesaranNYA saat ini, kita lihat gunung begitu besar, kita lihat jurang  yang begitu dalam, kita lihat dari ketinggian ini mayapada tanpa batas siapa yang menciptakan hanya Dia sang creator ulung Allah SWT,  dalam ayat yang saya bacakan tadi jelas Bahwa hanya orang-orang yang berakalah yang mampu melihat tanda-tanda kebesarnNYA oleh karena itu mari kita tadabur alam ini,sehingga kita bisa berkata Mahasuci Engkau tidaklah engkau ciptakan ini sia-sia dan jauhkan kami dari api neraka”, kata-kata itu begitu menghujam kedadaku, menembus hatiku yang terdalam, ada butiran bening dan hangat keluar dari sudut mataku, baru kali ini aku menangis, dan mendadak ada kelegaan di hatiku sangat lega dan tentram. Selanjutnya adalah istirahat,aku tidur dengan perasan tenram sekali, kelegaan hati yang teramat sangat, yang sebelumnya tak pernah aku rasakan, 

Suara Pak Sanif membangunkan tidurku “Pak Bangun sudah jam 3 pagi,  ayu kita shalat malam bersama, hah..??? sepagi  ini shalat, “iya Pak, ayo kawan-kawan sudah menunggu, betul saja kulihat diluar tenda beberapa orang kawan telah siap dalam shaf yang rapi dengan Pak Haris sebagai imamnya.

Lantunan ayat-ayat terdengar sangat syahdu, dikeheningan malam di leher gunung gede,.. suara itu seakan suara malaikat yang sedang bertasbih memuji asmaNYA, aku berada dideretan kedua dari belakang, tergetar jiwa ini merasakan tingkat kekhusuan yang amat sangat, seakan semua mahluq ikut menjadi makmum shalat kami, dan mengamini bacaan imam, bacaan Pak Haris mendayu-dayu sangat syahdunya, hingga rasa terhanyut tak menentu, hingga pada puncaknya tak sanggup lagi aku membendung derai air mata ini, aku terkenang akan kegiatan mendaki gunung, yang dahulu sering aku lakukan, termasuk juga digunung ini,  hanya pelampiasan kesenangan tanpa makna, tidak ada tadabur pendekatan diri kepada kekusaan Allah, yang ada hanya menjauhkan diri dari NYA, ya tanah yang kupijak saat shalat ini juga pernah kupijak namun dalam suasana yang sangat berlainan, terbayang dipelupuk mata bagaimana aku dahulu berpesta merayakan kesuksesan kami mendaki puncak gunung ini dengan minum-minuman keras, campur baur pendaki laki-laki dan wanita, hingga tak jarang melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, Astaghfirullah….. astaghfirullah ampuni aku ya Allah… Ampuni aku ya Rabb… tak kuasa aku mengingatnya kembali, hanya penyesalan yang begitu besar, tak kuat sudah aku membendung rasa ini, hingga aku menangis meraung-raung, tangis penyesalan yang tak bisa aku tahan hingga akhirnya gelap….

“Alhamdulillah sudah sadar Pak Andre.. suara Pak Sanif terdengar lirih,” apa yang terjadi dengan diriku.? Aku bertanya dalam hati, “Pak Andre Bapak jatuh pingsan samalam saat kita sedang shalat malam berjamaah”, “ ya… aku teringat lagi. Lalu… rasa itu datang lagi penyesalan yang teramat sangat, tak kuasa kutahan tangis, “Pak aku ingin bertemu Pak Ahmad!”pintaku disela-sela tangisanku, “Baik Pak Andre aku panggilkan”, tak lama terdengar suara salam dari luar tenda Wa’alaikum slam warahmatullahi wabaraku, aku menjawab,ternyata Pak Ahmad datang bersama Pak Haris “Bagaimana kabar Pak Andre, tadi malam Bapak jatuh pingsan hingga kami bawa ke tenda dan ditemani oleh Pak sanif, “ Iya Pak saya ingat betul kejadian itu, saya merasa tak kuat merasakan penyesalan yang sangat Pak, teringat saat saya mendaki gunung ini beberapa waktu yang lalu, ditempat ini juga, kami..hhh tak kuasa lagi aku meneruskan kata-kataku aku menangis lagi sejadi-jadinya, “sudah Pak Andre, Allah maha luas pengampunanNYA jika dosa seorang hamba selautan maka pengampunan Allah Melangit luas, yang diperlukan sekarang adalah bertobat, dan tidak mengulangi lagi,

 Pak Andre saya juga seorang pecinta alam banyak kawan-kawan saya di wanadri, juga dibeberapa kelompok pecinta alam yang lain, saya tahu betul seluk beluk dunia para pecinta alam, sekarang kita sudah tahu Islam yang sebenarnya jadi tetaplah kita pada hobi kita ini, tetapi kita lakukan yang sesuai syar’i, kita gunakan dalam rangka menambah keimanan dan kecintaan pada Allah SWT, RasulNYA, dan pada agama ini, saya perhatikan beberapa waktu lalu saat kita mendaki Pak Andre memang sudah jago mendaki gunung, jadi mari kita gunakan untuk kemajuan agama kita”, “Alhamdulillah saya sangat merasa senang sekali Pak Haris, Pak Ahmad, terimakasih anda adalah pendaki yang terbaik dan penunjuk hidayah untuk saya”. “nah masakan pagi sudah siap, ayu kita sarapan bersama, kemudian kami makan bersama diiringi dengan dzikir para mahluq Allah yan gada di alam ini di lereng gunung gede. Aku bertekat dalam hati untuk terus melakukan pedakian hingga kutemui hakekat siapa Aku, dan siapa pencipta Gunung yang kudaki.

TAMAT      
Juli 2013, Si Wiwid – Batu licin

Untuk saudaraku yang terus melakukan pendakian.. demi berkibarnya Panji Islam ini

Tidak ada komentar :

Posting Komentar