Hari masih terlalu pagi saat kulangkahkan kakiku memasuki
pintu kantor, maklum aku masih sangat semangat untuk bekerja, karena belum
genap dua bulan usiaku bekerja di perusahaan ini sebuah perusahan kayu terbesar
di bumi sumatra, ya… aku adalah karyawan baru, namaku Andre saat interview
katanya aku akan ditempatkan di lapangan, pengalamanku sering mendaki gunung,
dan aktif di kegiatan pelestarian lingkungan, menjadikan nilai tambah tersendiri selain
study formalku di fakultas kehutanan.
Tapi entah mengapa hingga saat ini
aku masih di tempatkan di kantor pusat, di bilangan kuningan Jakarta.
“Pagi Pak Andre, suara lilies teman satu departemenku menyapa ternyata ada yang
lebih pagi dari aku, “Pagi lis, dah duluan kamu”, sapaku lagi. “iya nih Pak
kalo gak gini aku terjebak macet”, gadis berjilbab itu memang selalu kelihatan
enerjik, kuteruskan langkah menuju meja kerjaku, perlahan lahan kulepas headset
yang sedari tadi menemaniku selama perjalanan dari rumah ke kantor, suara
nyanyian Iwan Abdurrahman, tokoh pencinta alam, masih terdengar saat aku
melepaskanya.
“hhh..”, aku menghela napas sesaat, kemudian duduk di kursi
kantorku, aku pikir bosan juga kalo terus-terusan begini, katanya akan
ditempatkan di lapangan, tapi kenapa sampai saat ini surat penempatanku ke
Sumatra belum juga turun, sejenak ku berkaca pada kaca kecil di dompetku, aku
ketawa sendiri melihat penampilanku sekarang, aku yang dulu slengean, sekarang
tampak rapi, ganteng juga aku pikirku..hi..hi..hi.., kali pertama berpenampilan
seperti ini risih juga sih, bertolak belakang dari keseharianku, rambut
panjang, bercelana jeans robek dan belel, yang selama ini menjadi ciri khasku
hilang sudah, yang aku lihat di cermin adalah aku, karyawan kantoran yang
berambut klimis, bercelana panjang dan kemeja panjang dengan sepatu pantopel
bersemir rapi… hi..hi..hi andre andre.. tapi yah demi tuntutan profesi tak
apalah.
“Pak Andre bapak di panggil boss tuh”, suara lilies
membuyarkan lamunanku,.. “kok cengar-cengir di depan kaca sih Pak, lilies
bersuara lagi, “eh nggak lies aku geli aja kamu tahu kan penampilanku saat
interview?, “jauh banget ya.??” “Iya Pak, aku pikir rocker dari mana, eh taunya
peserta tes, aku nggak nyangka loh Pak Bapak diterima dengan penampilan seperti
itu”. “Jiaahhh menghina kamu lies”, udah
ah aku mau ke ruangan Pak Ghazali dulu”.
Sayup-sayup dari depan
pintu Pak Ghazali, kudengar suara lantunan Alqur’an, ya.. suara orang
mengaji, dengan ragu aku mengetuk pintu, Pak Ghazali menghentikan bacaannya,” silahkan
masuk dre, terdengar suara Pak Ghazali
memanggilku. Pak Ghazali adalah head departementku pimpinan tertinggi di
bagianku, orang yang baru pertama kali melihatnya, pasti akan sependapat dengan
ku, orangnya alim setengah baya kira-kira usianya diatas 45 th, matanya teduh,
penampilannya selalu rapi, dan satu lagi dia sudah bertitel haji, “silahkan
duduk dre.” “iya pak”, jawabku, “begini dre, dengan pertimbangan bahwa kita
kurang orang di HO yang bisa berbagai program komputer, maka di putuskan
penempatan kamu adalah di sini di HO”, wahduh bisa mati duduk karena bosen nih
di kantor , “begini Pak apa masih bisa di diskusikan Pak? Saya lebih suka
bekerja di lapangan Pak karena selama ini kegiatan saya adalah dilapangan”. “iya
Dre, kami tahu, kami sudah membaca latar belakang kamu, aktif di pecinta alam
sering naik gunung, dan pegiat pelestarian lingkungan hidup, tetapi diantara
kita kamu yang paling bisa program komputer yang sangat diperlukan saat ini”, “
tenang aja dre kamu pasti senang deh di sini, ada juga loh beberapa kawan kita
yang sering naik gunung”, “betulkah Pak?”,” iya dre itu si Haris, dan Ahmad
adalah para pendaki-pendaki gunung dan mereka sering mendaki gunung”,”hah gak
salah..??, bukannya mereka adalah pengurus musholah kantor?, mana mungkin?”
Aku melangkah menuju mejaku dengan lesu, “kenapa Pak?” suara
lilies mengagetkanku, aku gak jadi ditempatkan di Sumatra lies”, “jadinya di
HO”. ‘lho.. Pak Andre nih aneh, kawan-kawan malah inginnya di HO, Bapak malah
nolak”, “ pokoknya aku lagi sedih nih lies”. “eh.. ngomong-ngomong kamu tau
nggak tentang Pak Haris atau Pak Ahmad”, tanyaku, “Pak Ahmad Bustomi?”,lilies
balik bertanya “iya lies”.”O.. siapa yang tak kenal dia Pak, semua orang di
kantor ini pasti kenal dia”, “siapa sih dia lies?” Dia itu adalah aktifis
musholah kita Pak, dia sangat disegani di kantor ini, orangnya masih muda
lulusan Fakultas Kehutanan UGM, dan belum married lagi”. Kami semua ikut kajian
pekanan di musholah kita Pak, kalau yang mengasih materi Pak Ahmad yang ganteng
itu waktu bagai berlalu cepat terutama bagi kami-kami ini yang gadis hihihihi”.
“ ah dasar genit kamu lies.” Hari apa lies kajian minguannya”, nanti Pak hari
sabtu sehingga tidak mengganggu jam kerja kita”.
Kurebahkan badan ini dikamar sayup-sayup “melati dari
jayagiri’’ dinyanyikan oleh Iwan Abduraahman berkumandang dengan merdunya,
hatiku masih penasaran “daki gunung?, pengajian musholah?”.. hhh bingung aku,
bukankah itu sangat bertolak belakang, aku harus kesana ikut kajian hari sabtu
pagi.. harus..
=====ooo0ooo=====
Hari yang kutunggu telah tiba, hari Sabtu, seumur-umur baru
kali ini aku menunggu waktu untuk kajian islami dimushola, tapi kurasa bukan
karena aku ingin mengaji, tetapi lebih karena rasa penasaranku tentang kata-kata
Pak Ghazali, katanya Pak Ahmad dan Pak
Haris adalah pendaki gunung, karena daki gunung sudah menjadi bagian dari
hidupku, hal ini membuat aku tertarik jika memang benar lumayanlah
menghilangkan kejenuhan bekerja duduk di belakang meja, yap.. inilah waktunya
aku ingin lihat seperti apa sih penampilan mereka yang katanya pecinta
alam. Betul kata lilies banyak sekali
jamaah wanita hadir disini, tak kalah banyak juga bapak-bapaknya, mushalah
terasa tidak muat menampung banyaknya jamaah, semuanya adalah para karyawan
kantorku bahkan dari karyawan kantor-kantor lain di sekitar kantorku, kulihat
lilies melambaikan tangan kearahku, ku balas lambaian tangannya, dan
subhanallah ternyata Pak Ghazali juga hadir disini, sungguh aku tak menyangka,
ternyata kehidupan para eksekutif muda kota Jakarta tidak seperti yang
digambarkan di film-film, atau senetron- sinetron yang selalu glamour dengan
kehidupan malamnya atau kegiatan hura-hura selepas bekerja.
Tergetar hatiku, saat ini dihadapanku banyak sekali
eksekutif muda mereka begitu khusuk mendengarkan ceramah Pak Ahmad Bustomi, ada
Pak Ghazali bosku Head Departement R&D, Pak Joko Head Departement HRD, yang
membuat aku tambah kaget adalah Pak Liem Show chow VP FA, ternyata beliau
mualaf.. Subhanallahu.. mereka yang bekedudukan tinggi saja rajin mengaji
sedang aku, sudah dua bulan aku disini baru kali ini aku hadir.” Hadirin
sekalian yang di mulyakan Allah SWT, dalam Alqur’an Allah SWT menegaskan “tidak
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”, jadi kita diciptakan oleh Allah SWT adalah
dalam rangka Ibadah kepadaNYA maka seluruh aktifitas kita selayaknya harus
bernilai ibadah, bekerja juga adalah ibadah makanya harus diniatkan untuk
ibadah dan dalam prosesnya harus dijaga jangan sampai nilai-nilai ibadahnya
luntur karena hawa nafsu kita, kita harus profesional karena itu adalah salah
satu syarat diterimanya ibadah”, kata-kata itu begitu halus mengalir mengisi
relung hatiku, kata yang logis, dan tidak menggurui.
Telah beberapa pekan aku rutin menghadiri pengajian, dan
misiku yang penasaran akan akktifitas daki gunung Pak Haris dan Pak Ahmad
lenyap sudah, tergantikan dengan kesungguhan hatiku untuk menambah pengetahuan
keislamanku, aku tidak lagi ingin tahu apa betul mereka adalah para pendaki
gunung, bahkan hampir saja aku ingin mengubur dalam-dalam hobiku yang dahulu merupakan separuh hidupku
itu, karena aku merasa kegiatan itu adalah kegiatan yang mubazir, tidak ada
manfaatnya sama-sekali, buang biaya dan tenaga, bahkan kerusakan yang didapat,
karena kebiasan kami para pendaki adalah menorehkan pisau belati kami pada
pohon dengan nama-nama kami, sekedar untuk diakui bahwa kami pernah kesana,
atau sekedar menancapkan bedera kebanggaan kelompok kami, untuk sekedar
memproklamirkan bahwa kelompok kami eksis dan pernah mendaki kesana, sungguh
suatu kesiaan.
hingga suatu saat aku disadarkan bahwa pemahaman itu adalah
salah, ketika Pak Ahmad Bustomi mengajakku mengikuti Rihlah, salah satu program
musholah kantor kami, ya … mendaki gunung gede, “Pak Andre saya tahu dari
lilies bahwa Bapak sering daki gunung ya,.. pertanyaan itu mengagetkanku, “eh,,
iya pak tapi itu dulu,sekarang sudah tidak lagi Pak”, loh kenapa tidak.. kan
sayang Pak hobi yang positif tidak diteruskan”, “betul Pak dulu kegiatan
mendaki gunung adalah sebagian hidup saya, tetapi saat ini saya rasa kegiatan
itu hanya mubazir menghamburkan uang, dan tenaga, belum lagi kerusakan yang
terjadi, kami terbiasa menorehkan nama kami pada pohon, atau batu, dan yang
sangat membuat saya menyesal adalah sering kami disana melakukan kegiatan
maksiat kepada Allah SWT minum-minuman keras misalnya, bahkan sampai ada yang
melakukan kegiatan sek bebas di tenda atau di ponco-ponco kami, jika mengingat
itu saya akan menangis mengapa saya habiskan hampir separuh hidup saya hanya
untuk itu, untung saja saya bertemu dengan pengajian pekanan di muholah kantor
ini.” Kemudian Pak Ahmad berkata, “saya sampai sekarang ini masih terus
melakukan kegiatan daki gunung karena itu adalah bagian dari program musholah
kita”,” ayu minggu depan ada kegiatan rihlah Pak Andre saya harapkan ikut,
hanya sabtu dan minggu saja kok tidak mengganggu kerja kita”. Subhanallahu..
sungguh sangat sempurna agama islam, sampai mengurusi kegiatan fisik seperti
ini, aku sangat bahagia sekali ternyata aku bisa menyalurkan hobiku sesuai
dengan syariah Allah SWT.
=====ooo0ooo=====
Hari sabtu tiba, kubongkar lagi barang-barang yang
berhubungan dengan mendaki gunung, yang sudah lama aku simpan digudang,
carriel, sepatu gunung, topi, beberapa alat rock climbing, belati, tambang,
ponco, dan lain lain.. aku sangat kagen pada mereka, kuambilseperlunya tak lupa
MP3 seperti kebiasaanku mendaki gunung dengan mendengarkan suara kang Iwan
Abdurrahman, terbayang sudah dipelupuk mataku keasyikan memanjat, langkah demi
langkah di punggung gunung gede,
“Toyyib.. semua sudah lengkap”, suara Pak haris ditengah
riuhnya persiapan di kaki gunung gede, sebelum berangkat mari kita dengarkan
tausiah dari Pak Ahmad Bustomi, “Asalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
asholatu wasalamu ala Muhammad wa ala ali syaidina Muhammad”, suara merdu dan
kharismatik Pak Ahmad Bustomi memulai tausiahnya, entah mengapa mendengar
suaranya saja hati ini menjadi sejuk apalagi merenungkan kata-katanya,
“rekan-rekan sekalian saat ini kita sudah berada dikaki gunung gede, sebuah
gunung ciptaan Allah SWT, kita akan bersama melihat-mendengar, dan berbaur
dengan alam ciptaan Allah SWT, kita akan merasakan betapa hebatnya ciptaanNYA,
sangat kecil kita jika di bandingkan dengan alam ini apalagi jika dibandingkan
dengan sang pembuat sang kreator alam ini, Allahu Akbar Allah maha besar,
apakah kita masih pantas bersombong diri diatas muka bumi ini, padahal kita
hanyalah seperti setitik debu diluasnya alam ciptanNYA,” para hadirin seakan
tersihir oleh perkataan Pak Ahmad, apalagi aku. Kemudian acara dilanjutkan
dengan pendakian, kami semua begitu semangat
Selama perjalanan aku memperhatikan gerak gerik kedua orang
itu Pak Ahmad dan Pak Haris, memang betul tampak sekali mereka sudah ahli dalam
mendaki gunung, gerakannya begitu lincah mendaki bebatuan dan tanah-tanah yang
terjal menuruni lembah dan jurang, Nampak sekali bahwa mereka para pendaki yang
sudah ahli, sesekali kami beristirahat pada waktu-waktu shalat, untuk makan dan sholat berjamaah, aku semakin salut dengan mereka orang-orang
yang begitu sempurna dimataku, semua serba simbang, hidup berkecukupan, memilki
pekerjaan dan jabatan yang baik, namun juga memiliki iman yang baik.
Tak terasa hari
menjelang senja. “OK Rekan-rekan semua,
kita mendirikan tenda disini tampaknya tempat ini sangat nyaman untuk berkemah,”
kita akan berpencar berdasarkan regu yang sudah kita atur acara saat ini bebas, dan nanti kita berkumpul untuk
shalat maghrib dan makan malam bersama setelah isya kita tidur dan kita akan
bangun pada jam 3 dinihari untuk shalat malam berjamaah.
Aku satu regu dan Pak Sanif, dia hanyalah driver mobil pool
kantor kami, setelah mandi dan menunggu waktu untuk shalat, terlihat asyik
dengan Alqur’an sakunya, sungguh tak ada waktu terlewat dengan percuma, mungkin
jika tidak melihat aku mendekat dia akan terus dengan bacaannya itu.” Ehmm mari
sini Pak Andre”, sapanya “ iya Pak” jawabku, “ini saya bawa beberapa makanan
kecil,mari sini kita nikmati bersama, waktu makan masih lama lho nanti habis
maghrib sebelum Isya”. “iya Pak”, “Pak Sanif sudah lama ikut kegiatan ini”,
tanyaku, “wah sudah Pak, sudah hampir tiga tahun ini, memang di pengajian
mushalah kantor kita banyak kegiatan untuk jamaahnya sehingga kita tidak
boring,”, untuk para Ibu-ibu juga ada seperti memasak, membuat berbagai
pekerjaan tangan dan lain-lain, “iya-ya Pak Alhamdulillah kita dipertemukan
dengan kegiatan seperti ini ya” selaku, “wah Pak kalo saya ingat dulu bagaimana
perjuangan Pak Ahmad untuk menghidupkan mushalah kantor kita, saya tidak
mengira akan seperti ini,” berat sekali
dari cemoohan rekan-rekan sekerjanya, sampai sulitnya mendapat izin dari
management”,kemudian Pak Sanif bercerita bagaimana susahnya Pak Haris dan Pak Ahmad
merintis menghidupkan kegiatan di mushalah, ok sudah waktu adzan maghrib saya
akan adzan dulu, kemudian Pak Sanif mengumandangkan adzan dengan merdu. Seolah
lantunan adzan adalah satu bagian dari harmoni suara alam pada maghrib ini, berpadu dengan kerik jangkrik dan suara
serangga malam, seakan semua mahluq ikut berdzikir..
Selepas maghrib kami semua mendengarkan kembali tausiah kali
ini dari Pak Haris “ rekan-rekan sekalian, Allah SWT berfirman dalam Alqur’an
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang
yang selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring yang selalu memperhatikan tanda-tanda kekuasan Allah seraya berkata Ya
Tuhan kami tidak lah engkau menciptakan
ini sia-sia mahasuci Engkau dan peliharalah kami dari siksa api neraka,
Kita saat ini menyatu dengan alam sungguh kita adalah sama
dengan mereka sama-sama mahluq, hanya Allahlah Tuhan kita, kita tidak dapat
melihat Allah tetapi kita dapat merasakan kebesaranNYA saat ini, kita lihat
gunung begitu besar, kita lihat jurang
yang begitu dalam, kita lihat dari ketinggian ini mayapada tanpa batas
siapa yang menciptakan hanya Dia sang creator ulung Allah SWT, dalam ayat yang saya bacakan tadi jelas Bahwa
hanya orang-orang yang berakalah yang mampu melihat tanda-tanda kebesarnNYA
oleh karena itu mari kita tadabur alam ini,sehingga kita bisa berkata Mahasuci
Engkau tidaklah engkau ciptakan ini sia-sia dan jauhkan kami dari api neraka”, kata-kata
itu begitu menghujam kedadaku, menembus hatiku yang terdalam, ada butiran bening
dan hangat keluar dari sudut mataku, baru kali ini aku menangis, dan mendadak
ada kelegaan di hatiku sangat lega dan tentram. Selanjutnya adalah
istirahat,aku tidur dengan perasan tenram sekali, kelegaan hati yang teramat
sangat, yang sebelumnya tak pernah aku rasakan,
Suara Pak Sanif membangunkan tidurku “Pak Bangun sudah jam 3
pagi, ayu kita shalat malam bersama,
hah..??? sepagi ini shalat, “iya Pak,
ayo kawan-kawan sudah menunggu, betul saja kulihat diluar tenda beberapa orang
kawan telah siap dalam shaf yang rapi dengan Pak Haris sebagai imamnya.
Lantunan ayat-ayat terdengar sangat syahdu, dikeheningan
malam di leher gunung gede,.. suara itu seakan suara malaikat yang sedang
bertasbih memuji asmaNYA, aku berada dideretan kedua dari belakang, tergetar
jiwa ini merasakan tingkat kekhusuan yang amat sangat, seakan semua mahluq ikut
menjadi makmum shalat kami, dan mengamini bacaan imam, bacaan Pak Haris
mendayu-dayu sangat syahdunya, hingga rasa terhanyut tak menentu, hingga pada
puncaknya tak sanggup lagi aku membendung derai air mata ini, aku terkenang
akan kegiatan mendaki gunung, yang dahulu sering aku lakukan, termasuk juga digunung
ini, hanya pelampiasan kesenangan tanpa
makna, tidak ada tadabur pendekatan diri kepada kekusaan Allah, yang ada hanya
menjauhkan diri dari NYA, ya tanah yang kupijak saat shalat ini juga pernah
kupijak namun dalam suasana yang sangat berlainan, terbayang dipelupuk mata
bagaimana aku dahulu berpesta merayakan kesuksesan kami mendaki puncak gunung
ini dengan minum-minuman keras, campur baur pendaki laki-laki dan wanita,
hingga tak jarang melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, Astaghfirullah…..
astaghfirullah ampuni aku ya Allah… Ampuni aku ya Rabb… tak kuasa aku
mengingatnya kembali, hanya penyesalan yang begitu besar, tak kuat sudah aku
membendung rasa ini, hingga aku menangis meraung-raung, tangis penyesalan yang
tak bisa aku tahan hingga akhirnya gelap….
“Alhamdulillah sudah sadar Pak Andre.. suara Pak Sanif
terdengar lirih,” apa yang terjadi dengan diriku.? Aku bertanya dalam hati,
“Pak Andre Bapak jatuh pingsan samalam saat kita sedang shalat malam
berjamaah”, “ ya… aku teringat lagi. Lalu… rasa itu datang lagi penyesalan yang
teramat sangat, tak kuasa kutahan tangis, “Pak aku ingin bertemu Pak Ahmad!”pintaku
disela-sela tangisanku, “Baik Pak Andre aku panggilkan”, tak lama terdengar
suara salam dari luar tenda Wa’alaikum slam warahmatullahi wabaraku, aku
menjawab,ternyata Pak Ahmad datang bersama Pak Haris “Bagaimana kabar Pak
Andre, tadi malam Bapak jatuh pingsan hingga kami bawa ke tenda dan ditemani
oleh Pak sanif, “ Iya Pak saya ingat betul kejadian itu, saya merasa tak kuat
merasakan penyesalan yang sangat Pak, teringat saat saya mendaki gunung ini beberapa
waktu yang lalu, ditempat ini juga, kami..hhh tak kuasa lagi aku meneruskan
kata-kataku aku menangis lagi sejadi-jadinya, “sudah Pak Andre, Allah maha luas
pengampunanNYA jika dosa seorang hamba selautan maka pengampunan Allah Melangit
luas, yang diperlukan sekarang adalah bertobat, dan tidak mengulangi lagi,
Pak
Andre saya juga seorang pecinta alam banyak kawan-kawan saya di wanadri, juga
dibeberapa kelompok pecinta alam yang lain, saya tahu betul seluk beluk dunia
para pecinta alam, sekarang kita sudah tahu Islam yang sebenarnya jadi tetaplah
kita pada hobi kita ini, tetapi kita lakukan yang sesuai syar’i, kita gunakan
dalam rangka menambah keimanan dan kecintaan pada Allah SWT, RasulNYA, dan pada
agama ini, saya perhatikan beberapa waktu lalu saat kita mendaki Pak Andre
memang sudah jago mendaki gunung, jadi mari kita gunakan untuk kemajuan agama
kita”, “Alhamdulillah saya sangat merasa senang sekali Pak Haris, Pak Ahmad,
terimakasih anda adalah pendaki yang terbaik dan penunjuk hidayah untuk saya”.
“nah masakan pagi sudah siap, ayu kita sarapan bersama, kemudian kami makan
bersama diiringi dengan dzikir para mahluq Allah yan gada di alam ini di lereng
gunung gede. Aku bertekat dalam hati untuk terus melakukan pedakian hingga
kutemui hakekat siapa Aku, dan siapa pencipta Gunung yang kudaki.
TAMAT
Juli 2013, Si Wiwid – Batu licin
Tidak ada komentar :
Posting Komentar