Jam dinding telah menunjukkan pukul dua belas tengah malam
namun hingga saat ini aku belum bisa memejamkan mata, suara dengkur suamiku
sangat mengganggu pendengaranku, dalam hati aku mengumpat sungguh terlalu,
dengkur yang tidak berpengertian, sampai kapan aku harus begini.. sungguh
mengesalkan. Ini adalah salah satu dari banyak sekali kekurangan suamiku.
Sejak aku menikah dengan Mas Irvan, yang kutemui adalah
serba kekurangan darinya, jauh dari sosok lelaki ideal, yang aku idamkan semasa
masih gadis dahulu, ya diantara lelaki yang datang meminangku Mas Irvan adalah
yang ketujuh, itupun belum termasuk ikhwan yang belum sempat datang karena
kriterianya sudah ku tolak, karena tidak sesuai dengan tipeku. Teringat kala
sudah enam kali proses semua teman-temanku seakan sinis memandangku, “sudahlah
la,.. yang kayak mana lagi sih yang kau cari, lelaki sekaliber Bang Ma’ruf kau
tolak, Beliau itu ustadz muda impian para akhwat lo..hafalan Qur’anya banyak,
lulusan timur tengah lagi, terus Mas Handoko juga kau tolak padahal dia itu
pengusaha muda loh, dialah penyumbang segala kegiatan beberapa masjid disekitar
kotanya“, kata-kata itu meluncur begitu saja dari ita sahabat karibku. Dia baru
sebulan ini melangsungkan pernikahan, juga dengan lelaki yang pernah ku “tolak”.
“entah lah it.. pokoknya aku merasakan nggak ada chemistry ketika aku
melihatnya”, ah kamu,… itulah makanya jangan terlalu serius liat tv, jadi gitu
tuh korban take me out kamu itu la..pake chemistry-chemistry-an segala””ha..aha..ha..
“ kami tertawa bersama entah kenapa kalau ita yang bicara aku tak akan pernah
marah walau dia bilang apapun… mungkin karena kedekatan diantara kami sebagai
seorang sahabat. “laila.. ini serius aku ada calon untuk kamu seorang ikhwan
dekat sini aja rumahnya di Plaihari, dia masih sepupu Mas Arif, namanya
Irvan,.. sudahlah la.. apalagi yang kau fikirkan, dia itu lulusan UGM, dan saat
ini bekerja sebagai pegawai negeri department pertanian kabupaten plaihari
kalsel, gimana”… jika iya.. nanti aku bicarakan dengan Mbak Nafsiah nanti biar
Beliau yang mengatur pertemuannya,” dengan semangat ita mempromosikan sepupu
suaminya itu. “alahhh… paling kayak yang udah-udah it”, jawabku enteng, yang
udah-udah gimana?” semua ikhwan rekomendasi kamu dibawah standar
semua..hee..he..”. bukan mereka yang dibawah standar la, kamu aja yang sok
tinggi kriterianya..”” ha..ha..ha” kami tertawa berdua kembali, “ ya udah kalo
emang kamu PD it akan calonmu itu, ya udah masukin aja ke mbak nafsiah ‘..
jawabku enteng.
“Laila.. kapan koe nikah nduk..?, pertanyaan berulang-ulang yang sering aku dengar dari
ibuku, entah mengapa akhir-akhir ini ibu tampak kurus, dan tidak sesegar dahulu
. “nanti Bu,.. jika sudah ada pilihan ati laela yang cocok,” “ kamu laela
jawabannya itu-itu saja!”, yang koyo opo lagi to nduk sing ko’ gole’i..nduk?. Ibu,.. aku sadar bahwa Ibu begitu sangat
menginginkan aku cepat menikah, dan jawabanku hanya itu-itu saja, tapi kali ini
ada yang bebeda, tak seperti biasanya Ibu terlihat sedih sekali, rona wajah
tuanya yang biasanya ceria kini nampak pucat dan memudar,.. ah Ibu maafkan
anakmu.., “sudahlah nduk Ibu mau Istirahat dulu, pesen Ibu cepat-cepatlah kau
tentukan pilihan masak diantara enam orang lelaki yang datang kerumah ini
dengan baik-baik, tidak ada satupun yang nyantol dihatimu”, ucap Ibu sambil
melangkah pergi, aku mengikuti kepergan Ibu dengan ekor mataku, namun beberapa
langkah lagi menuju pintu kamar “gubrakksss, Ibu yang aku sayangi itu
terjerembab tubuh tuanya jatuh tepat di muka kamarnya, dan aku menyaksikan
dengan kaku, hanya memandang kaget dan tercenung, “Ibuuuuuu…..
“Suasana rumah sakit sangat membuat sedih, kesedihan yang
serba mendadak, berdasakan hasil pemeriksaan ternyata Ibuku mengidap kanker
hati, ah..Ibu.. mungkin derita itu sudah dirasa sejak lama, namun engkau
merasakannya sendiri dan menyimpannya rapat-rapat dari kami, duka ini bertambah
parah ketika aku ingat akhir pembicaraan kami,
ya… sebelum Ibuku tercinta menghembuskan nafas yang terakhir dalam
pelukanku, “Nduk.. Ibu mau pergi jauh… menyusul Ayahmu Ibu rasa kamu sudah kuat
untuk ditinggal.. kamu sudah sarjana sekarang dan sudah bekerja ditempat yang
enak, agamamu juga bagus.. ibu sangat bangga padamu la…, sebelum Ibu pergi
ingat pesan Ibu yo nduk…terimalah lelaki yang datang meminangmu setelah ini,
ya… Ibu akan seneng sekali kalu koe berjanji nduk”, aku tercekat tak dapat ku
berkata apa-apa hanya anggukan kecil, setelah itu..
Asyhaduallaaillahaillallahu, wasyhaduannamuhammadarrasullulah,.. itulah kalimat
terakhir Ibu, aku menangis sejadi-jadinya kemudian semuanya gelap…
Walimahtul ursy telah
selesai dilakukan, suasana rumahku masih ramai, aku melirik sosok suamiku,
sosok yang asing sekali, gemuk dan pendek, ingin rasanya hati ini berontak
mengatakan tidak.. tetapi janjiku pada Ibu, mengharuskan aku untuk bertahan,
lelaki itu adalah ikhwan yang direkomendasikan oleh sahabatku ita, semua merasa
lega sekali setelah aku menyatakan menerima pinangannya terutama ita, wajah
cantiknya bersinar kegirangan, namun ada satu sosok yang tidak lagi dapat kulihat
senyumnya, cerianya, dan binar mata tuanya yang masih saja terlihat cantik bila
ia berbinar,…Ibu… ini adalah baktiku padamu terimalah Ibu.. kuharap engkau
bahagia di sana..
-----ooooo0ooooo-----
Kejadian itu sudah tiga tahun yang lalu, saat ini waktu sudah
menunjukkan jam satu tengah malam, namun mataku belum mampu tertutup juga,
dengkur yang menyebalkan masih saja terdengar, sejenak kupandangi wajah putriku
ani. Dialah satu-satunya alasan aku masih dapat bertahan, wajahnya mengingatkan aku pada Ibu, ada garis-garis
wajahnya disana, Ibu semoga engkau tenang dan bahagia disana.
Dalam kebingungan karena tak mampu tidur aku berjalan menuju
ruang keluarga, melihat tumpukan album foto keluarga, hatiku tergerak untuk
membukanya, kulihat foto-foto saat pesta pernikahanku, nampak sosok Mas Irvan
yang kurasa sangat tidak serasi dengan ku, badannya dan gemuk pendek
mengingatkanku pada angka sepuluh saat berfose berdiri tegak bersamanya, entah
kenapa rasa sesal dan tak ikhlas ini tak juga hilang, padahal sebagai seorang
suami didepanku mas Irvan sangat sayang padaku, namun entah mengapa aku masih
juga suudzun padanya, jangan-jangan sikap ngalahnya dan sayangnya hanya
didepanku saja, lelaki manasih yang tahan jika setiap hari aku cemberuti, tapi
biarlah mau seperti apa diluar sana toh aku juga belum dapat menerima dia.
Entah mengapa aku tidak tahu mengapa rasa tak ikhlas sangat susah aku
hilangkan.
“mi.. ngapain tengah malam di ruang tamu… eh ummi menangis
ya..” suara Mas Irvan mengagetkanku, hingga album foto jatuh dari tanganku,
perlahan mas irvan mengambil album foto itu dan meletakkannya di tempat semula,
aku tahu pasti dia aka melihat responku dengan sabar, dan takut-takut, betulkan,
dia tidak berbicara apa-apa, “nggak apa-apa bi,
sudah tidur aja lagi” jawabku dengan ketus, hampir dapat kupastikan dia
akan berjalan menuju kamarnya dan tidur kembali seperti suruhanku, begitulah
sikapnya selalu sabar dalam menghadapiku, entah sabar yang dibuat-buat atau memang
sabar sesungguhnya, tapi aku tak peduli, setiap saat aku berlaku tak menyenangkan
hatinya, atau berkata ketus, setiap itu pula senyum itu selalu terkembang.
Sebenarnya aku sadar sikapku selama ini adalah salah, aku
sadar, apa yang selalu aku sampaikan kepada orang lain saat aku mengisi pengajian umum,
atau pengajian rutin pekanan tentag akhlaq Istri sholehah, hanya
dapat aku katakan, dan sampaikan, saat audiens perserta majelis pengajianku
berdecak kagum akan materi yang aku sampaikan, saat itulah hatiku menangis
karena tak satupun itu semua dapat aku terapkan dalam kehidupan rumahtanggaku,
“ya..sudah mi kalu ummi tak mau diganggu, abi mau pergi
wudhu dulu mau sholat malam, ini lagi jika aku bangun malam, pasti dia langsung
melakukan sholat malam, aku mulai suudzon jangan-jangan sholat hanya didepanku
saja entah jika aku tidur apakah dia masih melakukan sholat malam, entah lah
siapa yang tahu…dan aku juga juga tak mau peduli.
“ah.. Mas Irvan
mengapa hati ini, keras sekali untuk menerimamu, akupun tak tahu mengapa hingga
saat ini aku masih terbayang-bayang sosok lelaki idealku, yang jauh sekali dari
kamu Mas,… perlahan ada setitik embun dimataku.. ah masa bodo pokoknya aku tak
bisa titik!.
-----ooo0ooo-----
Suasana jalan Trikora banjar baru sangat padat, memang jalan
ini salah satu dari beberapa jalan yang terkenal dengan lalu lalang truk-truk
pengangkut barang antar kota di Kalimantan, panas terik mantari membakar
kulitku, aku saat ini sedang dalam perjalanan ke rumah salah seorang binaanku
siang ini habis dzuhur, ada jadwal pengajian pekanan di rumahnya, jam
menunjukan pukul 11.30, aku harus cepat, karena sebentar lagi hari akan hujan,
ku putar gas sepeda motorku, mendadak, dari arah kanan berkelebat seorang
menyebrang, secara reflek aku banting kekiri stang sepeda motorku, aku menjerit
ternyata di sebelah kiri melaju kencang truk tronton batu bara, menyambar
sepeda motorku,… alllahuuuuu akbaarrr….. kemudian…. Gelap….
Ada apa denganku… kudapati tubuhku seperti tergeletak di
atas tempat tidur…dengan selang melalui lubang hidungku, dan infuse ditangan
kiriku, kesadaranku sudah mulai pulih.. namun,, akhhh… seluruh ototku tak dapat
aku gerakkan,… tanganku…kakiku..semua kaku,.. bahkan mulutkupun tak dapat
digerakkan, aku ingin berteriak namun tak bisa, aku bagai terjebak dalam tubuh
patung besi… mataku juga tak sanggup aku buka, ada apa ini… Ya.. Rabb,, kau
apakan aku… aku menagis namun tak sanggup.. hanya hatiku merintih…
Perlahan ku mendengar pintu di buka orang, dari langkah
kakinya mungkin sekitar tiga orang, sekali lagi aku berusaha untuk mengirimkan
sinyal bahwa aku saat in sadar,namum lagi-lagi mulutku kaku, mataku juga kaku,
dan seluruh persendianku tak dapat aku gerakkan usahaku gagal,.. “jadi begini
Pak Irvan”, suara yang belum pernah kukenal memulai percakapan mereka, “kami
team dokter sudah berusaha, namun hingga hari ke duabelas ini kondisi istri
Bapak belum ada perubahan”. Haaaahhh,…
duabelas hari.. jadi aku seperti ini sudah dua belas hari, dan aku baru sadar
kira-kira sepuluh menit yang lalu, “kami serahkan keputusan kepada pihak
keluarga, apakah terus dirawat disini atau di bawa pulang saja karena biaya
disini sangat malal”, “tidak dok kami minta istri saya tetap dirawat disini,
berapapun biaya akan kami tanggung”.itu adalah suara Mas Irvan, “betul dok usahakan
sekuat yang bisa dilakukan tim dokter kami akan tanggung biayanya”, itu adalah
suara pamanku, sejak Ibu meninggal menyusul bapak memang pamankulah yang
menghandle jika ada permasalahan dalam keluarga besar kami, “Betul dok tolong
usahakan, jangan sampai gagal”, suara Mas Irvan yang tadinya jernih sekarang
sudah bercampur dengan isakan,.. “terus lah dok usahakan dia adalah
satu-satunya orang yang sangat aku cintai”, perlahan isakan itu berubah menjadi
tangisan yang sesungguhnya, bahkan semakin lamakeras, allaahhh paling itu
adalah tangisan pura-pura karena masih ada dokter dan pamanku di ruangan ini,
lelaki manasih yang selalu mendapat perlakuan buruk dari istrinya mempunyai
rasa cinta yang setulus itu, ingin aku berteriak “hentikan kepuraanmu mas”
namun berulang kali kucoba, namun
lagi-lagi lidah dan mulutku kaku,
“Baiklah jika
demikian kami akan bersaha sekuat tenaga kami, kami permisi dulu Pak Irvan, Pak
Ahmad Assalamu’alaikum”, serentak mas Irvan dan pamanku menjawab “wa’alaikum
salam”, ..” Sudahlah Nak Irvan.. paman yakin laila akan sembuh, baiklah paman
mau pulang dulu ya jaga baik—baik istrimu itu, kabarkan pada perawat dan juga
saya setiap perkembangan baik itu negative atau positif, “ baik Paman” jawab
mas Irvan masih dengan isakan buayanya, huhh!!!.
Nah ruangan sudah sepi ini yang kutunggu apakah dia masih
dalam tangisannya, ataukah malah tertawa gembira, sayang mataku tidak dapat
melihat mungkin saat ini dia sedang terseyum melihat kondisiku koma tak berdaya
di tempat tidur rumah sakit ini,… “Ummi .. kuharap engkau dapat mendengar kata-kataku,
walaupun tubuhmu kaku tak bergerak… cepat sembuh..ya sayang.. kasihan abi..
juga ani putri kita,kemarin dia juara pertama di kelasnya, dia pinter mi sama
seperti kamu, .. abi tak mau kehilangan kamu ummi”. suara itu terisak lagi, dengan iskan yang
terlihat begitu tulus..” jangan tinggalkan abi mi... karena Allah SWT telah
mempertemukan kita dalam suatu ikatan yang agung… tolong mi beri kesempatan
untuk kita bersama lagi… ummi harus kuat ayuu mi lawan penyakit ini..” kemudian
tangisnya pecah, menjadi isakan yang semakin sering.. Hatiku terpukul…
Subahannallah.. sebesar itukah cinta mas Irvan kepada ku, aku yakin ini bukan
kepuraan, karena tidak ada orang lain yang harus melihat sandiwaranya, ohh…
betapa kejamnya aku.. teganya aku menyiakan perasaan orang sebaik Mas
Irvan,..ohhh robbi astaghfirullah… hamba mohon ampun kepadamu, hatiku terenyuh
manakala di pegangnya tangan ku yang kaku,… kemudian diciumnya berulang kali
dengan isakan yang tidak juga kunjung berhenti.
Ingin aku bangun dan bersujud di kakinya, ya di kaki suamiku yang
selama ini aku sangat tidak ikhlas akan
kehadirannya. Namun apa boleh buat kesadaran ini datang terlambat, aku hanya
bisa menyesalinya.
Aku terbangun saat kudengar dengan lirih suara lantunan
ayat-ayat diringi dengan suara isakan tangis, ohh Mas Irvan sedang shalat
malam, aku sudah tak tahu lagi apakah ini malam, pagi atau siang,karena aku dalam
keadaan koma tak mampu menggerakkan semua organku, namun aku yakin ini adalah
tengah malam. Ohh… mas Irvan ternyata sangkaanku selama ini salah aku dengan
suudzunnya manyangka engkau shalat malam hanya didepanku saja ternyata semua
itu adalah, baru kali ini aku sadar betapa merdunya suaramu,
karena kita tidak pernah sholat malam bersama, sebab aku selalu menolak jika
kau ajak, “Ya .. Rabbi, dalam keheningan malam ini hamba bersimpuh kepadaMu,
Mas Irvan mengawali doanya, dengan pujian kepada kebesaran Allah SWT, Ya.. Rabbi,
saat ini istri hamba sedang tergeletak tak berdaya, ya Rabb Engkaulah maha
pemberi penyakit dan maha penyembuhnya, maka sembuhkanlah ia ya Allah,”..suara
itu begitu menyayat hati.. aku tak kuasa ,menahan tangis namun tangis yang
terpendam dalam hati karena aku sudah tidak dapat menangis. Ya Allah jika sekiranya memang karena kasihMu
Engkau bermaksud mengambil ia, jika boleh ditukar ambillah nyawa hamba ya Rabb,
namun jika memang harus ia, berilah kerdhoan hamba dalam menerima keputusanMU,
namun jika kesembuhan adalah baik untuk ia,.. maka sembuhkanlah ya Allah”..
Tangisku hampir pecah sungguh aku tersiksa sekali, lidah
kaku, mulut kaku namun hati menangis.. teringat hari-hari begitu buruk akhlaqku
kepada mas Irvan, teringat bagaimana jika menghadiri kondangan atau acara-acara
lain ,aku tidak mau berjalan disampingnya karena dalam perasaanku kami bagai
angka sepuluh yang berjalan, teringat pula saat ada pengajian di rumahku maka
pantang mas irvan untuk keluar karena aku melarangnya, aku malu memiliki suami
yang pendek dan gembrot seperti itu.
Terbayang juga bagaimana sabarnya Mas Irvan merespon
sikapku, yang selama ini aku anggap adalah kesabaran yang semu, ternyata memang
begitu sabarnya engkau mas.. “bi… maafkan aku… maafkan aku… aku hanya bisa
menangis dalam hati, tangisan yang teramat sangat karena penyesalan yang
teramat sangat pula,… maafkan aku mas…aku merasa hina.. aku merasa sanga
tdzolim terhadpmu… astaghfirullah… maafkan aku mas”…. Mendadak seluruh
persendianku seakan ditarik dengan kuatnya hingga sakit bukan main,, lututku,
tangan ku, mulutku, bagai ditarik oleh kekuatan besar sehingga aku teriak…
“ummi..ummi… kamu bisa ngomong mi??,,, ummi,… suara mas
irvan keheranan kemudian menyudahi doanya yang panjang , lalu berlari menuju
kearahku… aku lemah lunglai setelah merasakan kesakitan yang teramat sangat..
kucoba untuk berkata “ Mas.. Mas..Irvan” “alhamduliiah kau sudah bisa bicara
mi… syukurlah Ya Rabbi.. coba gerakkan jari kelingmu mi!.. aku menggerakkan
jari kelingku, dan berhasil bergerak, .. Mas Irvan setengah terpekik begitu
gembira ..”alhamdulillah Engkau mengabulkan doaku ya Allah”.. tubuhku masih lemas…
namun aku harus bicara dengan MasIrvan
aku harus minta maaf atas kehilafanku selama ini, bi .. maafkan aku bi.. apanya
yang harus abi maafin mi.bimaafin atas
semua kehilafan ummi bi,.. ummi telah banyak berbuat salah sama abi, air mataku
tumpah membunccah tanpa dapat ku cegah”… Mi abi sudah memaafkan ummi, sebelum
ummi minta maaf ke abi, ada kelegaan yang teramat sangat aku rasakan, rasa
bahagia merasuk dalam setiap relung hatiku… kupegang tangan suamiku itu yang
entah mengapa saat ini aku amat mencintainya.. kuyakin rasa ituadalah anugrah dari sang
pemilik cinta yaitu Allah SWT, hingga aku tertidur dengan hati yang teramat
tentram sambil tetap terus menggenggam tangan Mas Irvan..ada tekat dalam
hatiku setelah ini aku akan menjadi
istri yang baik bagi Mas Irvan, dan Ibu yang baik pula untuk ani anakku..
TAMAT
Sang Penenetes Embun
Tidak ada komentar :
Posting Komentar