Selasa, 24 September 2013

Segala Nikmat dari Allah SWT, maka rasa Terimakasih Harus Untuk Allah SWT



Sahabat Setetes Embun Bening yang berbahagia,…. Dalam setiap hari tanpa kita sadari Allah SWT selalu memberikan nikmat kepada kita semua, maka sudah sepantasnyalah kita mengucapkan syukur hanya kepadaNYA,  ucapan terimakasih kepada Zat yang menurunkan nikmat-nikmat ini, aduhai  jika kita mau menghitungnya, ada beribu-ribu nikmat yang kita rasakan dari mulai bangun tidur dipagi hari hingga tidurlagi dimalam hari, tidak dapat kita membantah apalagi mendustakan nikmat-nikmat tersebut, hal ini sudah dituliskan oleh Allah SWT dalam Alqur’an Surat Ar-rahman :13

 “maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”, karena memang nikmat Allah sudah terbukti dan tidak dapat kita dustakan.

Dalam membahas tentang nikmat ada dua hal besar yang harus kita perhatikan yaitu sumber nikmat itu, dan kepada siapa kita berterimakasih setelah di berikan nikmat itu,dalam hal ini ada sebuah doa yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yaitu :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ
اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ يَوْمِهِ وَمَنْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ
حِينَ يُمْسِي فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ لَيْلَتِهِ






Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa di pagi hari membaca doa: “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya hari itu. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu sore, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya malam itu.” (HR Abu Dawud )

 Subhanallah.... amat beruntungnya kita dengan mengucap kalimat tersebut kita akan diberikan kebaikan hamba yang bersyukur dalam sehari semalam : Kalimat yang isinya sebagai berikut:

 اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ

لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ



 “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud)

 Jika ia membacanya di waktu sore redaksi berubah sedikit menjadi sebagai berikut:

اللَّهُمَّ مَا أَمْسَى بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ



 “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud )

  Dalam dzikir tersebut terbagi menjadi dua hal pokok yaitu pengakuan kita bahwa semua yang kita dapatkan di hari ini baik pagi maupun petang adalah semata dari Allah SWT, dan segala puji kita hanya ditujukan pada Allah SWT

riwayat lainnya ada tambahan teks dalam wiridnya sehingga menjadi:

 اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ

 فَمِنْكَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ


 “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini atau dari salah satu makhlukMu, maka itu  adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR An-Nasai )

 Jika dibaca di waktu sore menjadi:
 اللَّهُمَّ مَا أَمْسَى بِي مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ
فَمِنْكَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ



 “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini atau dari salah satu makhlukMu, maka itu adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR An-Nasai)

Wirid ini jika kita resapi mengandung makna yang sangat dalam, seharusnya akan membawa kita pada suatu pemahaman kuat bahwa semua nikmat hanya dari Allah SWT dan segala rasa terimakasih kita hanya untukNYA, maka dengan keyakinan kuat ini seharusnya sudah mampu membentengi kita dari kemungkinan “terbeli” oleh fihak manapun, wirid ini membentengi diri kita dari situasi di zaman sekarang ini, dimana banyak fihak yang “menanam budi” kemudian mengambil keuntungan demi kepentingannya, tidak jarang dalamkehidupan sehari –hari kita temukan hal-hal seperti ini, dimana kita ditawarkan pada kebaikan seseorang, atau kelompok, atau organisasi, baik itu organisasi social kemasyarakatan, perusahaan, atau organisasi politik.  Bagi orang yang berkeyakinan kuat seperti dalam wirid dzikir tadi maka ia hanya memuji dan berterimakasih pada Allah SWT semata.

Seorang beriman tidak akan selalu menerima atau menolak pemberian orang lain jika ia menolak itu adalah cerminan dari ‘iffah atau menjaga kehormatan dirinya, ia tidak mau terbebani dengan tertanam budi seseorang, kemudian merasa harus berterima kasih pada sipemberi, yang terkadang menyimpan maksud-maksud agar merasa terhutang budi kemudian merasa tak enak hati untuk menolak keinginan sipemberi  yang akan diutarakannya di belakang hari.

Budaya seperti ini, sudah merasak dalam kehidupan zaman sekarang, seorang pengusaha tak segan mengeluarkan uang tidak sedikit untuk diberikan sesuatu kepada para penentu kebijakan disuatu daerah, dengan harapan sipenentu kebijakan akan mengeluarkan kebijakan yang berpihak padanya. Naudzubilahimindzalik kita berlindung kepada Allah dari hal sedemikian, budaya sogok-menyogok sudah umum di Negara ini, hampir disemua bidang kehidupan, tak terkecuali dalam proyek-proyek yang berbau ibadah,

Coba kita tengok kehidupan para pendahulu kita, kita intip sebuah kisah khalifah Umar Abdul Aziz, sewaktu para pembesar dari para pembesar mengirimkan aneka pakaian dan perhiasan kepada Istri Beliau, karena itu adalah satu-satunya cara yang bisa dilakukan mereka setelah tidak berhasil meluluhkan hati Sang Khalifah, namun apa Khalifah Umar “kembalikan semua itu kepada mereka!!”, dan apa jawab Sang Khalifah sewaktu sang istri protes, “ mereka tidak akan mungkin mengirimkan semua itu jika Umar bukan seorang khalifah”,

Aduhai begitu hati-hatinya khalifah Umar bin Abdul Aziz akan pemberian dari fihak lain, Beliau faham betul resiko yang akan Beliau tanggung jika hadiah-hadiah itu diterimanya, akan berakibat kebijakannya akan terbeli, perkataannya akan terbeli, dan hatinya akan terbeli, sehingga Beliau tidak dapat berlaku adil sesuai dengan kebenaran.

Oleh karena itu meresapi kandungan dari doa dan dzikir ini, seharusnya semakin menguatkan kita bahwa tidak ada sang pemberi kecuali Allah SWT, dan tidak ada yang wajib kita berikan rasa terimakasih kita kecuali Allah SWT,
Disadur dan digubah dari tulisan Ustadz Ihsan Tanjung,

Allahua’lam
Sang Penetes Embun

Tidak ada komentar :

Posting Komentar